Karya : Natania Prima Nastiti
Hujan turun saat aku sampai di Bandara Soekarno Hatta. Aku duduk di
kursi tunggu, menunggu Papa menjemputku. Sekitar sejam lebih aku
menunggu. Aku juga tampak bosan. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan
keliling Bandara. Saat akan berdiri, tiba-tiba ada yang memegang
pundakku. Aku langsung berbalik badan. Kulihat lelaki seumuran denganku
tersenyum ramah kepadaku. “Mbak Vega ya?” tanyanya ramah. Kemudian aku
mengangguk menjawab pertanyaan itu. “Saya supirnya Pak Broto, maaf lama
menunggu, Jakarta macet, Mbak. Mari saya anter ke mobil” ucapnya lagi.
Kemudian lelaki itu berjalan duluan kearah parkiran diikuti denganku.
Tiba-tiba saja aku melihat lelaki itu dari dalam kamar. dia sedang ada
di halaman samping rumahku. Tawa lelaki itu... mengingatkanku pada
seseorang saat kecil dulu. Tapi siapa? Apa mungkin aku saja yang
terlalru berlebihan? Kenapa juga aku melihat lelaki itu? Tidak menarik
sama sekali! Ucapku dalam hati. Kemudian aku menutup gorden jendela
kamarku dan berbaring di kasurku yang empuk. Tiga bulan lagi aku akan
kembali ke Amerika. Hemm, waktu itu terasa sangat singkat. Aku masih
kangen sekali dengan Indonesia. Aku pun memejamkan mata dan tidur.
Dua bulan berlalu dengan begitu cepat. Aku dan supirku, yang bernama
Roni, kini juga semakin dekat. Ternyata Roni ini orang yang sangat asik
untuk diajak ngobrol. Dia berilmu pengetahuan yang luas. Bahkan ada yang
aku tidak tahu, tapi dia tau. Semakin lama aku mengenalnya, semakin
nyaman aku ada disampingnya. Setiap dekat Roni, aku merasa memang sudah
kenal dekat dengannya. Sampai akhirnya, aku tahu bahwa aku jatuh cinta
pada supirku sendiri. Tapi aku merasa aku tidak salah menyukainya.
Karena aku selalu merasa dekat dengannya dari dulu. Jauh sebelum aku di
Amerika. Ada apa ini?
Hingga malam itu, Roni pamit pulang kampung karena ibunya sakit keras.
Karena bosan di rumah, akhirnya aku meminta orangtuaku mengijinkan aku
ikut dengan Roni ke kampungnya. Aku ingin menikmatik pemandangan disana.
Karena Roni bilang, di kampungnya masih banyak hamparan sawah. Tadinya
Mama tidak mengijinkanku. Dia takut aku kenapa-napa. Tapi, setelah aku
bilang Roni akan menjagaku, akhirnya Mama setuju. Aku pun akhirnya ikut
Roni ke kampungnya.
Sekitar jam lima pagi aku sudah sampai dikampungnya Roni. Baru jam lima
saja, banyak penduduk yang sudah beraktifitas. Kebanyakan petani sudah
mulai turun ke sawah. Benar sekali. Kampung Roni benar-benar indah
pemandangannya. Mataku ini disajikan pemandangan alam yang luar biasa.
Tiba-tiba aku teringat, sepertinya dulu aku pernah melihat pemandangan
seperti ini. Setelah kupikir-pikir, mungkin itu hanya bayanganku saja.
Rumah Roni, sama dengan rumah penduduk lainnya. Tidak kecil dan tidak
besar. Saat disuruh menemui ibunya, aku lebih memilih untuk duduk di
teras rumahnya. Adik perempuan Roni segera membuatkan minuman untukku.
“Mbak ini siapa?” tanya adik Roni itu. “Saya majikannya Roni”jawabku
ramah. Adik Roni hanya berOh kemudian masuk ke dalam rumahnya. Roni
bilang hanya seminggu kita disini. Sebenarnya, aku ingin sekali
berlama-lama disini tapi, itu tidak mungkin. Roni tidak bisa
meninggalkan kuliah dan pekerjaannya. Aku juga tidak mungkin
meninggalkan Mama dan Papa. Tujuanku kembali ke Indonesia kan bukan
untuk ini. tujuanku untuk oragtuaku. Tapi sekarang, aku malah
meninggalkan mereka lagi. Tapi tidak apa-apa, walau begitu aku senang
berada di kampung Roni ini.
Setelah beberapa hari disini, aku jadi semakin akrab dengan Roni. Dia
mengajakku bertani, mengambil air di sumur, memeras susu sapi dan
lain-lain. Aku juga semakin terbiasa dengan pekerjaan itu. Melihat
Roni.. aku kembali melihat masa kecilku yang.. aku juga sebenarnya tidak
ingat dengan masa kecilku dulu. Tapi sepertinya, aku sudah tidak asing
lagi dengan semua ini. Roni, ibunya, kampung ini, kegiatan-kegiatan
ini.. benar-benar tidak asing bagiku. Aku sendiri juga bingung dengan
apa yang kurasakan. Apa sebenarnya ini? tanyaku dalam hati.
Sekarang adalah hari terakhirku dan Roni ada di kampung ini. malamnya,
Roni mengajakku ke suatu tempat. Tempat itu.. juga tidak asing bagiku.
Danau dengan berjuta kunang-kunang ini, sangat jarang ditemukan di
Jakarta. Malah aku yakin, tidak ada tempat seindah ini di Jakarta.
Kemudian Roni membawaku ke sebuah pohon yang besar. Pohonnya terlihat
sudah berumur. Disana ada tulisan Roni Dan Vega Forever. Aku terkejut
dengan ukiran tulisan itu. Aku tidak pernah mengukir nama itu di pohon.
Sama sekali tidak pernah. Tapi, kenapa ada tulisan itu? Namaku dan Roni?
Ada apa sebenarnya ini?
Kemudian Roni mengajakku duduk di sebuah batu besar. Roni memulai percakapan.
“Kamu tau kenapa ada tulisan nama kita di pohon itu?”tanyanya sambil
menunjuk kearah pohon besar tadi. Aku hanya menggeleng bingung.
“Dulu.. waktu kita kecil, kamu pernah tinggal disini. Pak Broto adalah
juragan sawah disini. Sawah yang kamu liat itu.. sebenarnya kebanyakan
punya kamu. Saat kamu SMA, kamu dan keluargamu pindah ke Jakarta.
Mungkin Pak Broto ingin anak semata wayangnya ini sekolah sebaik
mungkin. Makanya dia pndah ke Jakarta” jelas Roni. Aku semakin bingung
dengan penjelasan Roni.
“Waktu kita SMP, kita ngukir nama kita di pohon itu. Dan di tempat
inilah pertama kita bertemu dan berpisah. Aku yakin, aku mikir kampung
ini tidak asing lagi bagi kamu kan? Karena kamu pernah ada disini”
sambung Roni. Aku hanya menganga kaget mendengar ucapan Roni.
“Tapi, kenapa aku nggak bisa nginet masa kecil itu? Kampung ini emang
nggak asing lagi bagi aku, tapi aku nggak bisa inget tempat ini, Ron”
tanyaku bingung pada Roni. Roni tersenyum padaku.
“Waktu kita kelas tiga SMP, sesuatu terjadi sama kamu. Kamu kecelakaan
dan dokter bilang, kamu nggak bisa nginget masa yang udah dulu banget.
Aku sedih banget, Ga. Karena aku itu kan masa lalu kamu dulu. Apalagi
saat aku tau ternyata kamu sekolah di Amerika. Saat itu.. aku
bener-bener ngerasa kehilangan kamu. Sampai akhirnya aku ke Jakarta dan
kerja di rumah kamu. Disana aku selalu liat foto-foto kecil kamu. Mama
kamu juga majang foto saat kita berdua. Kita berpelukan sambil tertawa.
Kita bahagia waktu itu” jawab Roni tersenyum bahagia.
Aku mulai ngerti dengan semua ini. roni.. pantes saja aku sudah tidak
asing lagi dengannya. Ternyata.. dialah teman baikku sejak kecil.
Kemudian aku tertawa. Mengingat betapa culunnya pasti aku saat mengukir
tulisan di pohon itu. Kita berdua masih belum mengerti sama sekali apa
arti tulisan itu.
“Setelah pindah, aku juga ngerasa ada yang hilang, Ron. Sampe sekarang
pun, aku nggak pernah pacaran sama orang lain. Karena aku belum nemuin
cinta aku. Tapi... setelah dekat kamu, ternyata aku nyaman. Dan
ternyata.. kamu cinta aku, Ron” ucapku malu-malu. Kemudian Roni
memelukku. Pertama aku kaget dengan pelukan itu. Tapi, pelukan itu yang
selama ini aku nantikan.
Dua bulan lebih, aku berada di Jakarta. Setelah pulang dari kampung, aku
menceritakan semuanya pada Mama dan Papa. Mereka berterima kasih pada
Roni karena telah mengingat kembali masa yang telah hilang dari
ingatanku. Akhirnya mereka bersedia menanggung biaya kuliah Roni dan
menyuruh Roni fokus pada kuliahnya saja. Biaya berobat ibuya juga
ditanggung denga orangtuaku. Aku dan Roni juga semakin dekat.
Hingga akhirnya, aku harus kembali ke Amerika. Sedih hatiku meninggalkan
semuanya termasuk Roni. Sahabat baikku dari kecil itu... aku harus
meninggalkannya. Tiba-tiba aku merasa separuh hatiku hilang lagi.
Meninggalkan Roni.. bukan ini yang ku mau. Tapi apa dayaku?
Meninggalkannya memang sudah harus kulakukan. Aku sendiri yang meminta
meneruskan study di Amerika.
Roni dan kedua orangtuaku mengantar aku sampai Bandara Soekarno Hatta
tempat pertama kali aku bertemu Roni dulu. Tangisan sudah pasti
menghiasi suasana hari itu. Aku juga memeluk Roni. Aku benar-benar tidak
ingin berpisah darinya. Tapi.. yasudahlah.
“Nanti kita ketemu lagi kan?” tanyaku pada Roni.
“Pasti! Aku janji sama kamu, aku nggak akan khianati cinta kita berdua”
jawab Roni sambil membelai rambutku. Kemudian aku memeluk Roni lagi.
Maaf Roni, untuk ingatan lupaku padamu dulu, ucapku dalam hati sambil
menitikkan air mata.
Dua tahun di Amerika, aku jadi benar-benar kangen sama Roni. Kira-kira
sedang apa dia disana? Akhirnya aku putuskan untuk menulis surat
padanya. Berharap dia akan cepat membalas surat kangenku ini padanya.
Dear My Love,
Roni
Kamu apa kabar disana? Aku harap kamu baik-baik aja ya.
Ron, sumpah aku kangen banget sama kamu. Aku harus nunggu dua tahun lagi supaya bisa ketemu kamu, Ron. Kamu belum ingkarin janji kamu kan? Janji yang bilang kamu nggak akan khianati cinta kita. Aku disini akan selalu sabar nunggu waktunya tiba. walaupun, saat awan disini kelabu dan disana terang, aku pasti akan selalu ingat kamu. Dan walaupun tanah yang kita pijak berbeda, kita akan tetap bersama kan?
I miss you so Roni. Jaga kedua orangtuaku ya.
Love youVega