Mr. Ice Cream - Ini sudah mangkuk es krim kedua yang aku lahap malam itu, tak peduli aku
 sudah dua jam duduk di kedai ini. Pelayan tua kedai itu kadang sesekali
 memalingkan tatapannya dari Koran pagi harinya kearah ku. Mungkin dia 
pikir aku kurang waras, di cuaca sedingin ini dan sedang hujan deras 
diluar sana, ada gadis yang masih menikmati es krim sampai mangkuk 
kedua, tenang saja pak tua gumam ku dalam hati mungkin akan ada mangkuk 
yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Aku tak peduli. 
3 tahun yang lalu. Di kedai es krim yang sama
Wajahnya yang sedikit pucat dan tirus, rambut nya yang agak panjang, 
sedikit berantakan, dia tersenyum menatap ku penasaran, menunggu 
pendapatku tentang rasa es krim yang barusan aku cicipi.
“Gimana?” tatapnya penasaran, air mukanya mulai serius melihat 
ekspresiku yang mengerutkan dahi seperti ada yang salah dengan es krim 
yang kumakan. 
“Tunggu!” jawabku sambil memutar mata seolah berfikir serius 
mendikripsikan Sesuatu yang sedang lumer dilidahku, lalu ku coba 
sesendok lagi, sok-sokan lagaku seperti tester sejati. 
“Enaak !!” Seru ku.
Dia tersenyum kecil dan menjewer pipiku, protes melihat ekspresi ku yang
 menipu. Aku lantas mengerenyit sambil mengusap pipiku yang dijewernya.
Ya, Dialah Keylan. Key dan Aku pertama kali bertemu di laboratorium 
praktikum kimia dasar, Dia yang mengembalikan modul praktikumku yang 
tertinggal di laboratorium. Disitulah kami berkenalan, dia sebenarnya 
seniorku di kampus, usianya terpaut dua tahun lebih tua dari umurku.
Key mengambil cuti selama satu tahun di awal perkuliahan oleh sebab itu 
ia sering meminjam buku catatanku untuk mengejar ketinggalannya. Sebagai
 imbalan nya Key sering mentaktirku es krim. Berawal dari sebuah catatan
 dan secorong es krim di kantin kampus-lah pertemanan kami semakin akrab.
Key dan aku adalah sosok manusia yang mempunyai hobi yang bisa dibilang 
terbalik, Key adalah cowok dengan hobi membuat cake atau makanan manis. 
Sedangkan aku adalah cewek dengan hobi nonton sepak bola dan nonton 
serial kartun Kapten Tsubatsa. Terbalik bukan?
Mr. ice cream adalah panggilanku untuknya. Cowok berbadan kurus dan 
tinggi ini bisa di bilang addicted dengan es krim seperti sesuatu yang 
tak bisa di pisahkan. Karena hobi dan mimpinya ingin mempunyai usaha di 
bidang kuliner itu, Key mengambil Cooking Class khusus membuat pastry. 
Key termasuk golongan cowok yang cool dan tak banyak bicara, Terkadang 
Key tidak bisa ditebak serta penuh kejutan.
Sore itu, Key dengan  sengaja menculikku dari kampus, Key mengajakku 
berkunjung ke kedai es krim yang konon katanya sudah ada sejak jaman 
kolonial belanda. dan aku percaya itu, karena bangunan kedai itu sudah 
tua, interior kedai itu pun terlihat seperti di museum–mesueum sejarah, 
seperti meja kasir dan pintu yang sedikit tinggi terbuat dari kayu oak 
yang berpelitur, mesin kasir nya pun antik dengan type model tua, disisi
 sebelah kiri kedai terdapat roti-roti yang masih hangat terpajang dalam
 etalase tua, Demikian juga alat penimbangan kue yang sudah tua, bahkan 
pelayan nya pun tak ada yang muda, semua tua. 
Key bercerita sambil menerawang kearah langit-langit, kalo dia sering 
makan es krim disini ketika masih kecil bersama ibunya. Ia menceritakan 
kesukaannya terhadap tempat ini dan kegemaran nya makan es krim, alasan 
dirinya suka sekali makan es krim karena ibunya pernah mengatakan bahwa 
makanan yang manis itu bisa mengobati patah hati dan bad mood.
Aku hanya menatap wajahnya yang masih sedikit pucat dan mendengarkannya 
dengan setia karena antusias dengan apa yang ia lakukaan atau ia 
ceritakan. 
“Semua orang hampir menyukai es krim bukan?” dia menatap ku lagi. 
Sialnya aku tertangkap mata karena menatapnya lamat-lamat, aku 
memalingkan wajah dan menyibukan diri dengan mengambil roti tanpa isi 
dan ku jejali roti itu dengan es krim tutti fruiti-ku.
“Termasuk kamu yang rakus, makan es krim sama roti” protes nya sambil  
tertawa kecil melihat kelakuanku melahap roti isi es krim.
“ini Enaaak, coba deh Key” sambil menyodorkan roti isi eskrim kepadanya 
sebagai upaya mengkamufalse salah tingkahku barusan. Key lantas mencoba 
mengunyahnya dengan lahap, lalu tersenyum lagi tanda setuju kalo itu 
kombinasi yang enak. 
“yeee, enak kan, sekarang Key ketularan rakus” aku tertawa puas. Dan key menjewer pipiku lagi. Kami pun kembali tertawa riang. 
Mungkin, para pengunjung di kedai itu, melihat Aku dan Key seolah 
pasangan kekasih romantis, yang sedang bersenda gurau. Tapi mereka salah
 besar. Kami tidak pacaran, tepatnya key punya pacar. Key berpacaran 
dengan Amerina. Mengenai Key dan Amerina aku tak tahu banyak karena Key 
jarang sekali bercerita tentang hubungan mereka, setahuku mereka 
menjalin pertemanan semenjak mereka duduk di bangku SMA, lalu mereka 
saling menyukai dan berpacaran, Amerina adalah gadis cantik, anggun, 
smart dan terlihat kalem, menurutku Amerina seperti Key versi cewek. 
Hanya itu yang ku tahu.
“Pulang yuk ran, nanti ketinggalan jadwal nonton Tsubatsa ” ajak Key kepadaku sekaligus mengingatkan.
“Iya, hampir lupa..ayook” jawabku sambil beranjak dari kursi. Mengikuti 
punggung Key yang sudah berjalan terlebih dahulu meninggalkan kedai itu.
2 Tahun yang lalu. Di kedai es krim yang sama.
Key tersenyum simpul penuh arti dan terlihat lebih menarik dengan kemeja
 abu-abu bermotif kotak-kotaknya kali ini rambutnya terikat rapih.
“Ta daaaa, Happy Birth Day” Key menyodorkan sesuatu. Aku diam terpaku tak menyangka. Sebuah surprise !!
Malam itu di hari ke lima belas di bulan September, Key membuatkanku kue
 ulang tahun dengan motif bola dengan dominasi warna biru dan putih, 
seperti warna club kesukaanku, Chelsea. Lengkap dengan tulisan “Happy 
Birth Day Rana” diatas kepingan cokelat putih yang membuat kue itu 
semakin cantik dan tak lupa lilin dengan angka kembar dua-puluh-dua. 
“Jangan lupa berdoa dan make wish ya” Key tersenyum Simpul lagi. 
Aku meniup lilin angka kembar itu, dan memejamkan mata dalam dua detik 
membuat permohonan. Kami merayakannya hanya berdua saja. Menikmati kue 
tart buatan Key dan es Krim tentunya.
“Rio, belum telepon juga?” Key bertanya singkat.
Rio? Kenapa Key nanya Rio lagi sih?. Aku hanya menggeleng. Singkat 
cerita, Rio adalah pacarku. tepatnya seminggu yang lalu, jadi sekarang 
dia sudah menyandang gelar mantan pacar. Rio dan Aku bertahan pacaran 
hanya lima bulan saja. Kami menjalani hubungan LDR alias Long Damn 
Realtionship, atau pacaran jarak jauh, Akhir-akhir ini komunikasi kami 
mulai terasa tidak lancar. Ditambah Rio yang tidak pernah suka dengan 
hobiku yang menyukai sepak bola. Terkadang itu menjadi bahan 
pertengkararan kami. Pada akhirnya kami memutuskan hubungan secara 
baik-baik. Tak ada yang harus di pertahankan.
“Sudah, jangan sedih. Mungkin dia sibuk” ujarnya seraya menghiburku.
Puh, tak ada telepon pun tak masalah bagiku, lalu ku hanya diam dan menikmati es krim dan kuenya lagi.
“yang penting…” Ujar Key. Hening sejenak. Aku menunggu Key melanjutkan 
kalimatnya.  “ Ayah dan Adik, sudah telepon” lanjutnya sambil tersenyum.
Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat lalu membalas senyumannya “Tentu 
saja, itu yang penting” timpalku kepadanya. Kamu juga penting Key.
Key selalu peduli dan selalu mencoba menghiburku. Seorang teman yang 
selalu ada untukku, diberikan surprise seperti ini adalah pertama kali 
dalam hidupku, ada orang lain di luar anggota keluargaku yang membuat 
perayaan spesial seperti ini khusus untukku hanya seorang teman seperti 
Key yang melakukannya. Teman? Lalu bagaimana dengan Amerina? Apakah dia 
melakukan hal yang sama kepadanya? 
Pertanyaan-pertanyaan ini tiba-tiba muncul di kepalaku, Mengapa aku 
ingin tahu detail bagaimana Key memperlakukan Amerina? Bukan kah 
sebelumnya aku tak pernah peduli?
“Barusan make a wish apa?” Pertanyaan Key membangunkan ku dari lamunan 
akibat pertanyaan–pertayaan aneh yang bermunculan dari kepalaku.
“Rahasia” Aku menjawab spontan. Lalu memasang muka jahil.
“Pelit” Key pura-pura ngambek.
“Anyway Key, thank a lot, you’re my best” Aku tersenyum. aku bahagia malam ini.
“Any time, Ran” balas Key. Tersenyum simpul.
“Pelit” Key pura-pura ngambek.
“Anyway Key, thank a lot, you’re my best” Aku tersenyum. aku bahagia malam ini.
“Any time, Ran” balas Key. Tersenyum simpul.
Malam itu diumur ku yang bertambah, Aku menyadari seorang duduk 
dihadapanku seperti sebuah es krim yang dalam diamnya terlihat cool, 
dalam senyumnya terasa manis, dan dalam katanya terdengar lembut. Dia 
yang membuatku menyadari sesuatu itu ada, tetapi sesuatu yang tak bisa 
aku jelaskan, tak bisa aku hitung dengan rumus matematika, dan tak bisa 
aku urai seperti senyawa kimia, dan sesuatu itu tidak hanya ada, tetapi 
hidup dan berdetak, dan kadang membuat dada ini sesak. 
Segerombolan awan hitam, tak hentinya menumpahkan air kebumi, menadakan 
besarnya kerinduan langit pada bumi. Debu-debu yang menempel di jalanan 
dan gedung tua pun ikut terhanyut olehnya, membuahkan aroma tanah yang 
menyaingi aroma roti yang baru keluar dari pemanggangan sore itu. Kedai 
itu tak berubah sedikitpun, semua interiornya tetap tua di makan usia. 
Dua jam yang lalu, aku dan Key duduk bersama di kedai ini, wajahnya 
sudah tak sepucat dan setirus dulu, rambut nya pun tak seberantakan dan 
sepanjang satu tahun yang lalu, Key terlihat baik-baik saja bukan?, 
Namun tak ada sedikit pun senyum didalam air muka Key, Dia bersikap 
dingin, sedingin es krim di mangkuk dan cuaca di luar sana.
“Kenapa gak ada kabar ran?” Key menatapku serius. Nada suaranya dingin.
Aku tak sanggup memandang key, hanya tertunduk dan diam, lidah ini kelu untuk berucap memberi alasan yang sebenarnya. 
“Aku sibuk Key” Aku berbohong. “Maaf Key, aku memang keterlaluan” ucapku sekali lagi. Menahan air mata yang nyaris keluar.
Setelah mendengar kata maaf itu Key langsung mehenyakan punggungnya 
kesandaran kursi, seperti tak percaya hanya mendengar kata maaf dari 
seorang sahabat yang hanya pamitan lewat sms dan setahun kemudian tak 
ada kabar sedikitpun seperti menghilang di telan bumi. Aku tahu Key 
pasti marah hebat kepadaku, tapi semenjak perasaan ini makin  menguasai,
 persahabatanku dengan Key terasa bias, tepatnya hanya aku yang merasa 
bias, aku tak kuasa lagi mempertahankan kepura-puraanku di depan Key 
yang selalu bersikap baik kepadaku. Karena dengan sikap Key yang seperti
 itu, mahluk yang bernama perasaan ini seperti di beri pupuk, dan akan 
terus tumbuh, walau aku susah payah memangkas nya tapi ini akan terus 
tumbuh tak terkendali dan akan terus membuatku merasa bahagia dan sakit 
dalam waktu yang bersamaan. Maka ketika kesempatan bekerja di luar kota 
itu datang aku tak menyiakan nya.
“Tapi kau baik-baik saja kan?” Ucap nya tenang.
Aku mendongak, menatapnya lekat-lekat. Air mataku hampir jatuh. Aku tak 
boleh menangis di depan nya,  ini hanya akan membuatnya semakin cemas. 
Mulutku kembali terbuka, namun tak bersuara, lalu aku mengangguk. 
Kembali menunduk. aku tahu perasaan Key sekarang campur aduk antara 
marah dan cemas namun Key selalu baik dan memaafkanku yang bertindak 
bodoh.
“Lalu bagaimana denganmu Key?” ucapku terbata.
Key tak menjawab, dia mentapku lekat-lekat, mungkin sikapku terlihat 
aneh dan membingungkan bagi Key sehingga membuat penasaran, terlihat 
dari raut wajahnya sepertinya ia ingin menumpahkan beribu-ribu 
pertanyaan atas sikapku ini. Namun Key menyerah, dia menghenyakan 
kembali punggungnya kesandaran kursi. Sedikit demi sedikit suasana 
diantara kami pun mencair, seperti es krim di mangkuk ini pun mencair.
Layaknya langit, aku pun sama, duduk berjam-jam disini sedang 
menumpahkan kerinduan pada kedai ini, kerinduan pada Es krim, kerinduan 
pada Key. Scene potongan kejadian di pelupuk mataku sudah habis kuputar,
 kini aku mengembalikan fokus pandanganku tertuju ke suatu benda di atas
 meja, benda yg sedikit tebal dari kertas, berwarna merah, pemberian Key
 dua jam yang lalu.
Entahlah sudah berapuluh kali aku membolak balik benda itu, dan entahlah
 lah sudah berapa kali hati ini merasa terbolak balik karena melihat 
isinya. Sebagai teman ini adalah kabar baik untukku, namun sebagai orang
 yang sedang tertimpa perasaan aneh ini adalah kabar buruk bagiku. Lalu 
dimana aku harus menempatkan diriku sendiri? 
Butuh setahun aku men-sinkronisasi-kan antara hati dan logika ini untuk 
mendapatkan jawabnya, di mangkuk es krim yang ketiga ini aku baru dapat 
pemahamanya, bahwa tak pernah ada yang berubah dari sikap Key kepadaku, 
dia selalu ada untukku, melindungiku, menyangiku sebagai sahabatnya. 
Aku-lah yang terlalu egois, tak mau ambil tindakan serta resiko untuk 
menyatakan nya dan malah pergi menghilang darinya yang hanya membuat Key
 terluka. 
Hujan sudah reda diluar sana, nampaknya langit sudah puas menyatakan 
kerinduanya pada bumi, aku lantas beranjak dari kursi kedai itu, menuju 
meja kasir yang tinggi, pelayan tua itu menatapku lalu tersenyum 
megucapkan terimakasih, aku hanya membalas senyum sekedarnya. Perasaanku
 masih campur aduk dan terasa sesak.
Aku melangkah gontai keluar kedai, berjalan menuju Statsiun hendak 
meninggalkan kota ini, dan aku berjanji, minggu depan aku kan datang 
lagi ke kota ini, menjadi saksi ucapan janji abadi sehidup semati antara
 Key dan Amerina. aku akan hadapi semuanya, lari dari kenyataan adalah 
tidakan bodoh, bahwasanya sejauh apapun kita pergi, tak akan pernah 
membantu melupakan orang yang kita sayangi, yang membantu hanyalah sikap
 menerima kenyataan.
Biarlah aku menelan semua pahit dan sakit nya perasaan ini Key, dan 
waktu yang akan mencernanya. Karena aku tahu, Rasa sakit ini hanya 
bersifat sementara, Karena secorong es krim akan menjadi obatnya, bukan? 
-The End- 
By : Eka Suzie
Fb: Eka SuzieTwitter : @eksuz
Blog : Mr-ice-cream.blogspot.com

